Rabu, 20 April 2011

METODE KONSTRUKTIF SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRESTASI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN Matematika merupakan matapelajaran yang sering ditakuti oleh sebagian siswa. Hal tersebut muncul karena adanya pemikiran yang telah terdoktrin dalam diri siswa. Pemikiran yang dimaksud dalam hal ini adalah pemikiran buruk siswa sebagai akibat mitos masyarakat bahwa matematika itu sulit untuk dipahami. Padahal matematika itu sebenarnya mudah dimengerti dan menyenangkan. Selain itu, siswa tidak menyukai matematika karena merasa jenuh ketika mengikuti pembelajaran di kelas. Rasa jenuh tersebut muncul karena siswa tidak dapat mengikuti materi yang disampaikan oleh guru, siswa tidak mengerti dengan penjelasan guru, atau siswa tidak suka dengan cara guru dalam menyampaikan materi. Oleh karena rasa jenuh yang timbul dalam diri siswa tersebut muncul secara berkelanjutan menyebabkan siswa tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran matematika. Rasa jenuh siswa tidak hanya disebabkan oleh faktor proses pembelajaran yang dilaksanakan di dalam kelas, tetapi juga dapat terjadi karena lemahnya kreatifitas siswa. Kelemahan dalam mengekspresikan kreatifitas atau ide tersebut menumbuhkan sifat malas dan kurang aktif dalam belajar matematika. Padahal, matematika dapat dikuasai siswa apabila mereka aktif, baik aktif membaca buku-buku materi maupun aktif dalam mengerjakan soal-soal matematika, terutama soal-soal cerita. karena soal tersebut menyumbangkan dan menanamkan pola penalaran yang lebih besar. Siswa sering menyebut bahwa matematika itu matapelajaran yang penuh dengan masalah. Bahkan sebagian menganggap matematika adalah mata pelajaran yang menampilkan bentuk masalah hasil rekayasa saja. Sehingga siswa kurang antusias dalam usaha menyelesaikannya. Apalagi, munculnya lembaga bimbingan yang sering menawarkan trik-trik cepat dalam menyelesaikan permasalahan matematika tentu memicu siswa tertarik untuk mengikutinya karena lebih praktis dalam menyelesaikannya. Hal ini menjadi faktor siswa tidak akan berfikir kreatif. Akibatnya, siswa tidak akan pernah tahu sistematika dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Apabila diperhatikan lebih lanjut lagi, semua kekurangan tersebut terjadi sebagai akibat dari kebiasaan siswa yang hanya “duduk, diam, dan mendengarkan penjelasan” guru tanpa adanya upaya mencari sendiri. Kebiasaan siswa yang hanya mendengarkan ceramah dari para guru ini kurang efektif apabila diterapkan dalam kegiatan belajar matematika. Hal ini disebabkan pemahaman dalam belajar matematika berbeda dengan pemahaman dalam memelajari matapelajaran yang lain. Pemahaman dalam belajar matematika berbeda dengan belajar bahasa Indonesia, bahasa inggris, PKn, atau yang lainnya. Matematika adalah ilmu yang sistematis. Hal ini tentu kurang efisien apabila siswa hanya mendengar penjelasan guru, kemudian mengerjakan soal-soal latihan. Akan tetapi matematika lebih menekankan pada logika dan serangkaian urutan pemahaman. Oleh karena itu, pembelajaran matematika lebih efektif dan lebih baik apabila ditanamkan dengan membangun konsep pemikiran siswa. Contohnya, dalam belajar “limit” siswa akan mudah memahami materinya apabila diawali dengan pengenalan terhadap “fungsi“ terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan cara menggambar grafik “fungsi”tersebut. Setelah itu, guru memberikan kegiatan yang harus dilaksanakan secara berkelompok sehingga siswa dapat berdiskusi dengan teman-temannya. Kegiatan seperti ini yang dapat membangun konsep menurut konstruksi masing-masing siswa. Belajar matematika adalah bagaimana membangun konsep yang sifatnya dinamis. Oleh karena itu, untuk memahami matematika, peserta didik perlu mengkonstruksi konsep atau prinsip matematika menurut konstruksinya sendiri (Herman Hudojo, 2002:427). Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang menyebabkan siswa kurang tertarik terhadap matematika tersebut diperlukan suatu strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang menarik dan tepat untuk mengubah pemikiran dan anggapan siswa terhadap matematika. Semuanya terangkum dalam metode pembelajaran yang merupakan konsepsi mengajarkan materi kepada siswa. Salah satu metode yang lebih tepat dan menarik adalah metode konstruktif. Metode konstruktif menekankan pemahaman siswa terhadap materi. Siswa dilibatkan langsung dalam memahami materi. Sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang mengatur dan mengarahkan siswa. Hal ini tentu memberikan dampak positif baik untuk siswa maupun guru. Siswa akan memeroleh pemahaman dari konstruksinya sendiri, sedangkan guru akan lebih kompeten dalam menentukan konsep kegiatan belajar mengajar. Sehingga upaya peningkatan prestasi dapat terealisasi dengan sebenar-benarnya.

Selasa, 29 Maret 2011

keberhasilan hidup

mengaca dari kehidupan tahun lalu. kehidupan sekarang lebih kompleks,sekarang lebih majemuk, sekarang lebih tanggap, dan mudah-mudahan sekarang lebih baik. lebih baik sopan santunnya, dan lebih baik semua aspek kehidupannya. moral adalah kunci dari semua keberhasilan hidup kita

Jumat, 25 Februari 2011

Para Ilmuan Matematika

Carl Friedrich Gauss merupakan salah satu ilmuwan hebat dunia, ia juga diakui sebagai ahli matematika terbesar sepanjang masa. Hal ini cukup beralasan, sebab ia memang jenius sejak kecil. Pada saat Gauss berusia tiga tahun, ia berhasil menemukan kesalahan yang dilakukan ayahnya waktu sang ayah melakukan kalkulasi di bidang keuangan.

Gauss melakukan hal yang menakjubkan lagi saat ia berada di sekolah dasar. Pada waktu itu guru matematikanya meminta murid-murid menjumlahkan bilangan-bilangan dari 1 hingga 100. Ia melakukannya dengan harapan ia bisa beristirahat cukup lama sebelum melanjutkan pelajaran, namun ternyata Gauss berhasil menyelesaikan soal tersebut beberapa detik setelahnya. Gauss menyelesaikannya dengan cara yang unik: ia mengelompokkan bilangan dari 1 hingga 100 menjadi 1 dan 100, 2 dan 99, 3 dan 98, dan seterusnya hingga 50 dan 51. Jumlah setiap pasang bilangan adalah 101 dan ada 50 pasang bilangan, sehingga jumlah total bilangan adalah 50 x 101= 5050. Mantap.